Selasa, 27 April 2010

DAMPAK PARIWISATA, SALAH SATU ADANYA GIGOLO

VIVAnews -- Di Pantai Kuta Bali praktik gigolo sudah ada sejak 20 tahun lalu. Keberadaanya dapat diketahui secara nyata. Mereka memiliki ciri-ciri tersendiri bila akan mencari mangsanya. Jony Combor, salah satu gigolo pantai menyatakan, aktifitas gigolo pantai berbeda dengan gigolo umumnya, seperti di cafe atau tempat hiburan. Menurutnya, operasi gigolo Kuta, juga berbeda dengan gigolo yang ada di Ubud Gianyar yang mencari mangsa di sebuah café atau Bar. Jika mangsa sudah kena biasanya mereka diajak ke villa-villa. Gigolo-gigolo tersebut kerap sengaja dihubungi tamunya sebelum tiba di Bali. Kemudian diminta untuk menemani sang tamu selama berlibur di Bali. "Mereka juga memiliki teman tamu yang kapasitasnya menemani turis selama 2-3 minggu, seperti jalan-jalan, shoping hingga menghantar liburan ke wilayah lain seperti Lombok," kata Jony Combor. Diantara mereka ada yang berhubungan, ada juga yang tidak. "Bisa dikatakan mereka ini sebagai guide tidak resmi," ujarnya. Berbeda dengan gigolo pantai, cirinya antara lain biasanya berbada kekar, berkulit hitam, dekil, gondrong tanggung, rambut diwarnai, suka mengenakan celana melorot, dan suka berjemur. "Itu ciri-ciri yang menonjol, jika mencari mangsa biasanya mereka mendekati target yang sedang berjemur dengan bahasa asing sehari-harinya," katanya. Bahasa yang sering digunakan untuk mendekati tamu seperti "Hi.. how are you". Jika to the point gigolo ini akan mengatakan "you like jig-ijigg?" jigg-ijigg adalah salah satu istilah bahasa gaul dari Australia yang biasa digunakan oleh bule-bule yang ingin melakukan seks. Jika targetnya orang Jepang, bahasa yang digunakan "Moshi-moshi…, anata wa daisuki icha-icha, desu ka"?? artinya "halo apa anda mau 'bercinta' dengan saya?" Sulitnya, tempat nongkrong para gigolo ini tidak bisa ditebak. Tapi, biasanya berada di warung-warung sepanjang Pantai Kuta. Berbeda dengan di kawasan Ubud Gianyar, ciri-ciri mereka hampir sama, celana oblong, kekar, dan mengenakan topi miring, kacamata hitam. Mereka bukan asli Kuta, rata-rata mereka dari wilayah lain seperti Buleleng, Singaraja, Karangasem, bahkan dari Banyuwangi dan Jember. "Di ubud juga banyak, biasanya mereka nongkrong dekat tempat wisata Monkey Fores, di samping lapangan, di jalan Dewi Sita, mereka biasanya di Villa-villa," katanya.