PAWANG HUJAN, ANTARA MITOS DAN FAKTA
(Ditulis oleh : Ki Sapujagad Tirtamaya)
Pawang hujan berarti seseorang yang dikasih kelebihan
oleh Allah untuk mengendalikan cuaca (hujan) untuk digeser atau dipindahkan ke
tempat lain yang jauh karena ada permintaan dari pemilik hajat yang
menginginkan agar acara yang digelar di lapangan terbuka menjadi lancar. Ilmu
pawang sebenarnya sudah berkembang sejak jaman kerajaan terbukti ditemukan
makam Ki Sapujagad dan ki Sapuangin di Trowulan. Beliau merupakan orang
kepercayaan Raja Majapahit yang pertama Raden Wijaya. Di musim hujan tentu saja
pihak kerajaan akan sangat terbantu dengan adanya pawang hujan karena upacara
keagamaan seperti hari galungan/hari suci umat hindu atau ngaben (pembakaran
mayat) pelaksanaannya menjadi lancar tanpa ada gangguan cuaca. Sapujagad yang
berarti ilmu memecah awan sedangkan Sapu angin berarti menyingkirkan awan hitam
ke segala penjuru dengan kekuatan angin. Ilmu ini tentu saja ada khodamnya yang
membantu hajat manusia. Dan tidak dapat digunakan sembarangan hanya bersifat
membantu dalam kondisi tertentu.
Yang namanya ilmu takkan pernah hilang atau musnah.
Walaupun pemilik ilmu telah meninggal ilmu itu tetap masih ada. Ilmu bersifat
ghaib, ia tidak dapat diraba, dilihat oleh pancaindra. Ilmu tersebut akan
diberikan kepada manusia yang bersungguh-sungguh dan tentu saja amanah dan
tidak sombong. Dalam mendapatkan ilmu tentu ada proses belajar yang membutuhkan
waktu bertahun-tahun. Manusia diberi akal untuk berpikir, ia akan selalu
mencari jawaban bagaimana manusia dalam melakukan acara keagamaan yang diadakan
di alam terbuka aman dari gangguan hujan sehingga ia akan berusaha untuk
mencari jawaban tersebut. Bagaimana cara mendapatkan ilmu untuk menyingkirkan
hujan. Jaman dahulu seseorang (mpu) yang ingin mendapatkan ilmu pawang hujan
tentu melakukan proses belajar tentang alam, memahami tentang alam, ia akan
bersemedi dan berpuasa memohon kepada Tuhan atau pemilik alam semesta agar
diberi ilmu untuk menyingkirkan hujan.
Jawaban yang diterima seseorang (mpu) untuk mendapatkan
ilmu menyingkirkan hujan tentu bermacam-macam. Ada yang diperintahkan untuk
membuat keris atau tombak. Melalui media tersebut akan diisi kekuatan adi
kodrati tentang menyingkirkan hujan atau angin puting beliung. Dan tentu saja
proses pembuatan pusaka tersebut membutuhkan waktu yang lama dan diiringi dengan
puji dan puja kepada Tuhan YME agar benda tersebut diberi kekuatan untuk
menyingkirkan hujan. Pusaka tersebut ditempatkan di lokasi acara maka gangguan
hujan akan menyingkir dengan sendirinya. Ada juga yang menggunakan Lombok
merah, bawang merah dan bawang putih. Tentu saja media ini kalau dipandang
manusia yang umum menjadi lelucon belaka padahal untuk mendapatkan jawaban
tersebut membutuhkan waktu yang lama. Sebetulnya alam sudah menyediakan
perangkat buah atau tumbuhan yang dapat menetralisir kekuatan jahat seperti
daun kelor dapat menetralisir ilmu yang dimiliki manusia menjadi hilang
sehingga dipermudah kematiannya, ada pohon bambu yang dapat menahan kekuatan
hitam yang dapat menyerang manusia. Allah sangat welas asih pada manusia
sehingga Dia menyiapkan segala sesuatu untuk kenyamanan manusia sebagai kalifah
di muka bumi.
Mpu pemilik ilmu sapu jagad dan sapu angin menggunakan
media Lombok merah, bawang merah dan bawang putih yang ditusuk dengan lidi
untuk menyingkirkan hujan. Tentu saja mendapatkan ilmu ini atas petunjuk Allah
SWT. Ada perjanjian ghaib antara manusia (mpu) dan petugas pengiring awan hitam
bisa disebut malaikat atau jin. Apabila ada manusia menggelar suatu hajat dan
memasang media tersebut maka hujan akan menyingkir dengan sendirinya. Media
tersebut sebagai tanda bahwa di wilayah tersebut ada kegiatan yang banyak
mengundang kehadiran manusia. Tapi tidak semua manusia diperbolehkan
menggunakan ilmu tersebut harus ada guru yang membimbingnya untuk mendapatkan
ijasah atau dalam bahasa kerennya sertifikat menyingkirkan hujan.
Ilmu merupakan sarana untuk meraih kebahagiaan di dunia
dan akhirat. Ilmu tidak datang dengan sendirinya dan anda harus berusaha keras
untuk memperolehnya. Ilmu juga sarana pembuka pintu keajaiban untuk mengubah
dunia menjadi lebih baik. “Wahai golongan
jin dan manusia jika kamu sanggup menembus (melintas) penjuru langit dan bumi,
maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.”
(Q.S. ar Rahman 155) ayat 33. Allah memerintahkan golongan jin dan manusia
untuk menembus (melintasi) ke penjuru langit dan bumi, arti perintah Allah itu
hanya sekedar tantangan Allah untuk menguji dan melemahkan jin dan manusia.
Jika mereka kuasa untuk keluar penjuru langit dan bumi dan semacamnya itu hanya
ketentuan dan kekuasaan dari Allah SWT yaitu kuasa Allah untuk memberikan
ilmuNya pada hamba yang dikehendakiNya. Mereka pun tidak mampu menembus
(melintasi) kecuali dengan kekuatan dan mereka tidak mempunyai kekuatan untuk
menembus penjuru langit dan bumi dan juga mereka tidak kuasa jika Allah tidak
memberikan ilmuNya kepada mereka.
Manusia diwajibkan untuk berusaha/ikhtiar dalam memenuhi
keinginannya. Apabila manusia mempunyai hajat dengan mendatangkan orang banyak
tentu yang punya hajat berpikir bagaimana para undangannya nyaman dari gangguan
cuaca seperti hujan atau angin besar dan acara yang digelar menjadi lancar.
Apalagi acara digelar di luar terbuka dan musim hujan. Sosok pawang hujan
sangat diperlukan untuk membantu pemilik hajat agar keinginannya terkabul, tentu
saja ini semua atas ridho Allah SWT.
Coba anda bayangkan, anda mendapat undangan hajatan
tiba-tiba mau berangkat menggunakan sepeda motor tiba-tiba hujan turun dengan
lebatnya. Tentu anda akan menunda perjalanan, anda menunggu hujan reda lalu
bagaimana kalau hujan tidak reda. Kalau anda masih bersemangat tentu saja
menggunakan jas hujan, media anti hujan. Lalu bagaimana dengan pemilik hajat
atau tamu yang sudah hadir di lokasi tiba-tiba hujan deras. Tentu saja mereka
akan berlarian kesana kemari untuk mencari tempat berteduh. Dan kondisi ini
tentu saja tidak menyenangkan sehingga acara menjadi kacau balau. Tenda yang
dipasang dengan megah akan berantakan. Biaya mahal yang dikeluarkan akan
menjadi sia-sia.
Ilmu pawang hujan tergolong sangat tua dan sudah ada
sebelum jaman para wali. Dan ilmu ini populer semenjak para wali syiar Islam di
tanah Jawa. Sesungguhnya perbuatan pawang hujan hanya melakukan usaha atau
ikhtiar semata sebab manusia pada hakekatnya tidak mempunyai otoritas dalam
ikut campur urusan Allah. Menurut istilah dalam mitos Islam apa yang dilakukan
pawang hujan hanya merupakan hukum wadi jadi pada hakekatnya seorang pawang
hujan tidak mempunyai kuasa apapun. Sejatinya pawang hujan bukan menghentikan
hujan akan tetapi mengalihkan hujan ke tempat lain seperti gunung, lembah, laut
atau hutan. Hal ini dilakukan karena ada hajat atau perayaan penting. Dan untuk
sementara waktu hujan dialihkan ke tempat lain. Konon menurut masyarakat yang
hidup di masa lalu untuk meminta turunnya hujan tidak jarang menggunakan tumbal
darah manusia. Hal ini masih sering
terjadi pada saat Syech Maulana Malik Ibrahim melakukan syiar Islam di tanah
Jawa. Melihat keadaan ini beliau memberi nasehat pada mereka untuk tidak lagi
melakukan tumbal manusia. Kemudian beliau berdoa dan bermunajat kepada Allah.
Memohon agar diturunkan hujan yang penuh rahmat di tempat tersebut. Tak berapa
lama kemudian hujan turun dengan lebatnya. Melihat kejadian itu masyarakat
kemudian menjadi pengikut setia Syech Maulana Malik Ibrahim dan mau belajar
tentang Islam. Keanehan mendatangkan hujan juga dimiliki oleh Bung Karno, sang
proklamator. Pada saat itu pulau dewata tertimpa kekeringan yang
berkepanjangan. Pada saat Bung Karno datang ke Pulau Dewata beberapa saat
kemudian terlihat awan hitam beriringan dan hujan turun dengan derasnya
sehingga masyarakat bali percaya bahwa bung karno merupakan titisan dewa Wisnu,
yang memiliki kekaromahan mendatangkan hujan.
Ada beberapa pendapat antara pengamat dan pelaku pawang
hujan, perbedaan pendapat adalah hal
yang lumrah atau biasa. Manusia mempunyai pendapat berdasarkan pengalaman dan
ilmu yang dimiliki, setiap manusia tentu mempunyai alur pemikiran yang berbeda
karena kebenaran yang mutlak hanya milik Allah semata. Ada seorang ustad yang
bernama Abu Jundi (sumber AAChannel), menurutnya para pawang hujan adalah
pendusta dan tukang bohong belaka. Tidak ada manusia yang sanggup mendatangkan
hujan atau menyingkirkan hujan. Hujan hanya dapat dipindahkan oleh petugasnya
yaitu malaikat yang dibekali cambuk api untuk menggiring awan kemana Allah
perintahkan. Dan tentu saja malaikat taat pada perintah Allah mana mungkin
malaikat mau diperintah oleh pawang hujan. Kalau pawang hujan berdoa agar hujan
dialihkan ke tempat lain itu dan memang hasilnya tidak hujan, itu hanya
kebetulan saja. Sampai saat ini belum ada master sihir atau pawang hujan yang
sanggup mendatangkan hujan atau menyingkirkan hujan.
Pelaku pawang hujan tentu mempunyai pendapat lain. Pawang
hujan NurSyifa dari Jakarta. Saat musim hujan pawang hujan banyak dicari. Saat
hujan turun tiada henti peran pawang hujan bertanggung jawab menghentikan hujan
agar hajat menjadi sukses. Hujan dalam Islam berarti Mator yaitu turun dari
langit berupa air atau batu. Seperti firman Allah,”Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai
atap dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit lalu Dia menghasilkan dengan
hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu, karena itu janganlah kamu
mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui,” (Q.S. Al
Baqaroh :22). Bagaimanapun hujan sebagai rahmat atau azab, semua itu atas
kehendak Allah meskipun hujan sebagai rahmat umat manusia boleh mencegah
datangnya hujan. Takdir itu dapat dirubah dengan doa. Sholat Istiqoh, sholat
meminta hujan dan menyingkirkan hujan. Ekie Setiawan, pawang hujan senior dari
NurSyifa berpendapat bahwa awan yang menggumpal dipecahkan terlebih dahulu.
Sebelum melaksanakan memindahkan hujan, pawang hujan akan melaksanakan sholat
hajat lalu bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW, ucapan sholawat tidak
terhitung banyaknya dan harus diucapkan hingga pelaksanaan selesai. Tidak ada
ritual bunga atau batu bertuah. Para pawang hujan hanya mengandalkan doa dan
setiap hari berzikir sholawat sebanyak 12.000 kali.
Tiga hari sebelum acara berlangsung, pawang hujan harus
berpuasa setelah itu sang pawang memeriksa keadaan di luar yaitu memeriksa arah
angin berhembus melalui telapak tangan. Setelah mengetahui kemana arah angin
berhembus baru awan mulai disibak dengan telapak tangan. Pawang hujan bertugas
hanya menyingkirkan hujan bukan menghentikan hujan. Memindahkannya pun tidak
boleh sembarangan harus ke gunung, bukit atau hutan. Intinya tidak boleh
memberikan kemudaratan kepada manusia. Manusia berusaha, Allah jualah yang
menentukan. Bila hujan tetap turun, sesungguhnya itu berkah Allah yang berikan.
Muslimin Suparman atau biasa dipanggil Pak de Mus berumur
58 tahun, domisili Jakarta namun asli Surabaya berprofesi sebagai pawang tidak
hujan selama 13 tahun. Pawang hujan hanya memindahkan hujan dan tidak membuat
hujan atau menghentikan hujan, hanya Tuhan Yang Maha Kuasa. Kami hanya sebagai
manusia biasa hanya memindahkan hujan yang mau turun di satu titik lokasi
acara, kami pindahkan ke lokasi lain. Sebelum hari H, apabila ada yang meminta
jasa kami, tiga hari atau paling lambat satu hari, kami harus mengadakan ritual
khusus secara Islam yaitu sholat tahajut dan juga secara adat Jawa yaitu dengan
semadi memohon pada Tuhan dan dilakukan di tempat khusus. Kami mempunyai
beberapa pusaka peninggalan leluhur yang membantu pekerjaan sebagai pawang
hujan. Salah satunya keris pusaka andalan kami yang bernama Ki Andulu, yang
berisi 19 khodam penunggu. Pusaka ini merupakan peninggalan kerajaan Mataram.
Perawatannya cukup diolesi minyak wangi dan diasapi dengan asap dupa. Ibaratnya
pekerja sebelum bekerja ongkosnya harus dibayar terlebih dahulu. Pusaka
tersebut juga dibacakan doa-doa khusus agar penunggunya nyaman dan mau diajak
kerja sama. Tata cara demikian semua merupakan kepercayaan Jawa yang telah diajarkan
kepada kami secara turun temurun.
Dalam pelaksanaan, media tersebut kami arahkan untuk
menggeser awan hitam mengikuti ke mana angin berhembus misalnya arah angin dari
barat maka kami bawa ke timur. Kami tidak mungkin berlawanan dengan angin, hanya
mengikuti saja. Setelah proses tersebut selesai kemudian media kami taruh di
tanah yang telah kami isi dengan tetap memperhatikan arah angin dan awan yang
terkumpul. Kami juga meminta ijin pada penunggu lokasi biasanya wilayah
berbeda-beda penunggu ghoibnya. Ibaratnya kami sebagai tamu yang sedang
mengadakan acara di wilayahnya tentu harus meminta ijin pada penguasa ghaib
wilayah itu. Demikian juga yang diajarkan oleh leluhur kami. Walaupun kami bisa
memerintahkan pekerja ghoib untuk menggeser atau memindahkan hujan ke tempat
lain namun tetap saja terjadi hujan maka semua itu atas kuasa Tuhan. Kami
sebagai manusia biasa hanya bisa berusaha dan berdoa. Kami tidak berani
menjamin 100% acara yang kami tanggani
aman dari guyuran hujan apalagi pada musim hujan.
Indonesia yang kaya dengan keragaman adat isitadat,
budaya, alam, flora, fauna dan ilmu ghoib hendaknya perlu dilestarikan oleh
generasi muda. Orang Jawa, Sumatra, Kalimantan, Maluku atau Papua tentu
mempunyai tata cara sendiri dalam menangkal hujan. Semua ilmu itu baik dan
bermanfaat tergantung manusia yang menggunakannya. Ilmu dapat digunakan untuk
mencelakakan orang lain atau membantu kesukaran orang lain. Sesungguhnya orang
barat juga masih bingung bila melihat fenomena pawang hujan. Mereka memang telah
menciptakan alat untuk memecah awan agar tidak terjadi hujan namun penggunaan
peralatan tersebut masih sangat mahal. Mereka masih penasaran bagaimana seorang
manusia Indonesia sanggup menggeser awan agar tidak terjadi hujan dengan media
yang murah dan sederhana. Makanya sebagai bangsa Indonesia kita harus percaya
diri akan kemampuan diri sendiri. Kita akan jaya kalau masih mau mempelajari
ilmu warisan para leluhur. Semoga… salam budaya.